Kamis, 08 Oktober 2015

Baper part 3

Sudah sebulan lebih dua hari aku menghirup udara kairo setiap harinya. Dan selalu menghasilkan sebuah semangat dan antusiasme tinggi dalam tiap liter udaranya. Alhamdulillah, aku sudah banyak beradaptasi dengan iklim, kebiasaan, juga makanan disini. After all aku merasa betah dan nyaman. Tentu saja semua ini berkat keluarga Allah di bumi ini, Islah. Setiap hari kujalani dengan bahagia dan ceria. Sampai kemudian sebuah rutinitas baru merusak hari indahku. Asam lambungku sering meningkat tiba-tiba. Dulu, maagku jaraaaang sekali kambuh,  hampir tidak pernah. Dan kasusku sedikit istimewa, bukan disebabkan pola makan yang kacau ataupun asupan yang kurang baik. Tapi penyebab utamanya adalah beban pikiran. Entah soal hal ini aku merasa kurang yakin, karena aku belasan kali divonis dengan penyakit 'beban pikiran' ini. Entah itu demam parah, maag, sampai anemia semuanya disebabkan oleh 'beban pikiran' (kata para dokter yang memeriksaku). Aku sudah sering mendapat vonis tersebut, sejak aku masih 2 mts. Entah, tapi aku merasa tak terbebani oleh apapun. Aku merasa hidupku as well as usual. Tapi begitulah nyatanya. Mungkin alam bawah sadarku merasa tertekan, haha. Naah korelasinya sekarang, aku berkonklusi bahwa saat ini aku sedang terserang 'beban pikiran'. Pasalnya, sudah entah berapa kali maag ini kambuh, sejak ormaba, jalan-jalan ke giza dan sungai nil, sampai acara nobar dan rapat. Awalnya aku maklum, tapi kelamaan aku mulai menyadari penyebab sebenarnya maag ini. Ya, beban pikiran! Entah di bagian mana yang terbebani, atau apa yang membebani, masalah apa yang menggelayut, aku juga tak paham. Yang jelas, saat ini aku sedang bergelut melawan rasa melilit yang meremas perutku. Dan yang terpenting, aku adalah aku. Caper di hari biasa, tapi mendadak sok nggak mau merepotkan orang kala sakit. Dan rupanya, kakak super peka roommate aku sadar juga, dan menanyakan kediamanku. Entah aku harus menjawab apa. Tapi sepertinya tetap, yang harus dibetulkan terlebih dulu tetap pola makan. Beginilah, sepertinya satu hal yang belum membuatku terbiasa disini adalah pola makan. Pagi aku sarapan jam tujuh. Tapi, untuk siang mau tidak mau aku harus menunggu hingga hampir pukul dua untuk makan, menyesuaikan kepulangan dauroh lughoh. Makan malam? Lebih sering menyesuaikan kepulangan tukang piket masak, yang seringkali membuatku baru menyuap nasi jam sembilan malam. Entahlah, aku tidak tahu apa yang harus kuperbuat dengan ini. Aku juga sedang tidak bisa berbuat apapun selain meringkuk di atas kasur sambil memeluk perut. Terkadang pengobatanku sederhana, minum obat lalu tidur. Tapi, sekali lagi, dengan kebiasaan jam makan yang berubah mengubah pula pola tidur dan beraktifitas. Sungguh, aku tak menyalahkan siapapun. Aku hanya ingin sekedar menumpahkan sedikit dari 'beban pikiran' yang menambah perih perutku. Hmm.. sudah hampir waktunya piket masak pulang. Bersiaaap \(^◇^)/

Kamar paling dingin di shaqr,
Kamis, 8 oktober 2015,18.54 clt

Tidak ada komentar:

Posting Komentar